Pagi itu, Nandita bergegas menyiapkan diri untuk pergi ke rumah Novel. Hari Jumat ini ia berencana berkumpul bersama teman-temannya, dan kebetulan ada martabak sisa semalam yang masih bisa dinikmati. Agar tidak mubazir, Nandita memutuskan untuk memanaskan martabak tersebut agar tetap enak saat disantap nanti.
Ia pun menuju dapur dan menatap magic com yang masih terlihat mengkilap karena baru saja dibeli oleh ibunya. Dengan inisiatifnya, Nandita mengeluarkan panci rice cooker dan hanya menggunakan tempat kukusan untuk memanaskan martabak. “Ah, ini sangat mudah. Tinggal ditaruh saja di sini, lalu dicolok listriknya,” gumamnya sambil tersenyum puas pada rencananya.
Tak lama setelah itu, Vira dan Diva tiba untuk menjemput Nandita. "Nandita, ayo cepat! Nanti terlambat!" seru Vira dari luar rumah. Dengan sedikit tergesa-gesa, Nandita mengambil tas dan berlari keluar rumah. Mereka pun memulai perjalanan menuju rumah Novel dengan ceria, membahas rencana kegiatan seru yang akan mereka lakukan.
Namun, di tengah perjalanan, Nandita tiba-tiba tertegun. “Aduh, martabak! Aku lupa bawa martabaknya!” serunya panik. Vira dan Dipa saling berpandangan, lalu memutuskan untuk kembali ke rumah Nandita agar martabak yang tertinggal itu bisa dibawa.
Sesampainya di rumah, saat Nandita masuk ke dapur, ia langsung mencium aroma yang sangat tidak sedap. Bau gosong itu begitu menyengat hingga membuatnya gugup. Dengan cepat, ia menghampiri magic com yang masih menyala dan segera mencabut aliran listrik. Ketika penutupnya dibuka, terlihatlah martabak yang sudah gosong, dan lebih buruk lagi, tempat kukusannya meleleh dan sudah tidak berbentuk seperti semula.
“Oh, tidak...” Nandita memegangi kepalanya dengan wajah pucat. Magic com yang baru dibeli ibunya kini rusak hanya karena keisengannya memanaskan martabak. Pikiran tentang wajah marah ibunya membuat hatinya semakin berat. Tapi ia tidak punya waktu untuk menyesali lebih lama, Vira dan Diva sudah menunggu di luar.
Dengan rasa bersalah yang menghantui, Nandita kembali berjalan menuju rumah Novel. Sepanjang perjalanan, pikirannya dipenuhi oleh apa yang akan ia katakan pada ibunya nanti. "Gimana ini, aku pasti kena marah besar," ucap Nandita dengan suara kecil.
Vira mencoba menenangkannya, “Tenang saja, Nan. Nanti kamu jelaskan saja apa yang terjadi. Siapa tahu Ibumu tidak terlalu marah.” Namun, Nandita tetap merasa cemas, dan tidak bisa sepenuhnya menikmati acara di rumah Novel.
Setelah selesai berkumpul, Nandita pulang dengan rasa bersalah. Di rumah, ia melihat ibunya sedang duduk di ruang tamu. “Kamu sudah pulang, Nandita?” sapa ibunya dengan senyum. Tapi Nandita bisa merasakan kecurigaan dalam sorot mata ibunya.
Ia pun memberanikan diri, “Bu, maaf... magic com baru itu..”
“Magic com baru itu kenapa?” potong ibunya dengan nada tinggi.
“Martabaknya gosong, dan tempat kukusannya… meleleh,” jawab Nandita, menundukkan kepala.
Ibunya terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. "Aduh, Nandita... Kamu ini ada-ada saja. Ya sudah, lain kali jangan coba-coba lagi pakai magic com untuk hal yang aneh-aneh. Kamu beruntung tidak terjadi kebakaran."
Nandita terkejut, tidak menyangka ibunya bisa sebaik itu. Ia segera meminta maaf dan memeluk ibunya dengan perasaan lega. Meskipun begitu, Nandita pelajaran hal berharga bahwa inisiatif tanpa pengetahuan yang memadai dapat berakhir dengan bencana.